Fenomena pemberian gawai pada balita kini
sepertinya sudah tidak lagi asing terasa. Perkembangan teknologi yang pesat,
disusul dengan aktivitas yang padat membuat beberapa orangtua memutuskan untuk
memberikan gawai pada sang buah hati sebagai sarana hiburan. Alasannya
sederhana, mengatasi rasa bosan dan rewel ketika ibu atau ayah harus
bekerja.
Namun, tahukah ibu jika hal tersebut
sebenarnya tidak dianjurkan? Pemberian gawai terlalu dini pada anak, yang
mengakibatkan anak terlalu lama berinteraksi dengan benda canggih ini memicu
munculnya dampak negatif yang mengarah pada gejala yang mirip dengan autisme.
Dikutip dari studi terbaru yang
dipublikasikan dalam JAMA Pediatrics, usia bayi yang menginjak 12
bulan dan dibiarkan berinteraksi terlalu lama dengan benda elektronik yang
lebih berisiko mengalami gejala mirip autisme ini. Efeknya tidak langsung
terlihat, melainkan bisa muncul dua tahun kemudian.
Analisis dilakukan dengan bertanya pada
pengasuh dan orangtua pada usia bayi antara 12 hingga 18 bulan. Metode studi
dilakukan dengan Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT). Hasilnya
bisa dibilang mengejutkan, karena ternyata akses pada gawai yang terlalu lama
atau terlalu sering memiliki risiko 4 persen lebih besar untuk mengalami gejala
yang mirip dengan autisme.
Sementara itu, anak dengan usia yang sama
yang lebih suka bermain, membaca, atau tidak berinteraksi dengan gawai memiliki
risiko yang lebih rendah untuk mengalami gejala yang sama hingga 9 persen.
Gejala utamanya mengarah pada ketertarikan anak yang dinilai kurang untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosial atau orang lain di sekitarnya.
Dampak Lain pada Anak
Tidak hanya mengacu pada munculnya gejala
yang mirip dengan autisme, orangtua harus mengetahui bahwa penggunaan gawai
yang terlalu lama atau berlebihan pada balita, terlebih remaja tidak pernah
memberikan dampak yang positif. Beberapa efek lain yang mungkin terjadi, yaitu:
- Gangguan
Tidur
Dilansir dari laman Parenting
Firstcry, interaksi yang terlalu lama pada gawai membuat anak mengalami gangguan
tidur yang mengarah pada kebiasaan begadang. Pasalnya, anak
terbangun lebih lama untuk mengobrol atau chatting dengan
teman, mengakses laman sosial media, bahkan bermain gim.
- Gangguan
pada Aktivitas Otak
Fungsi ponsel yang paling utama ada pada
gelombang elektromagnetik yang mengatur segala bentuk komunikasi yang terjalin.
Otak memiliki impuls listrik sendiri dan komunikasi dilakukan dalam jaringan
saraf. Pada anak, gelombang dari gawai ini dapat dengan mudah menembus ke dalam
bagian otak karena tidak adanya pelindung yang kuat.
- Memicu
Terbentuknya Tumor
Anak-anak yang memiliki kecenderungan untuk
menggunakan ponsel untuk waktu lama memiliki risiko lebih tinggi
mengalami tumor, terutama pada area telinga dan otak. Pasalnya, tulang,
jaringan, dan lapisan pelindung untuk organ seperti otak masih sangat tipis
pada anak. Oleh karena itu, organ ini akhirnya menyerap lebih dari 60 persen
radiasi yang dipancarkan dari ponsel.
American Academy of Pediatrics merekomendasikan,
untuk anak-anak di bawah 18 bulan, hindari penggunaan media layar kecuali
dari video call. Ketika anak-anak berusia 18 hingga 24 bulan,
orangtua harus mendampingi anak ketika mengenalkan gawai. Anak-anak berusia 2
sampai 5 tahun, batasi penggunaan gawai 1 jam per hari dan orangtua harus
membantu anak memahami apa yang mereka lihat.
Selain itu, bagi anak-anak berusia 6 tahun atau lebih tua, berikan batasan yang konsisten untuk penggunaan gawai setiap harinya, yaitu paling lama 2 jam. Pastikan gawai tidak menggantikan waktu tidur anak dan tidak membatasi aktivitas fisik yang ia lakukan.
sumber : https://www.halodoc.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar